Lebanon mengatakan pada Sabtu (14/10) bahwa Israel berada di balik tembakan lintas perbatasan yang menewaskan seorang jurnalis Reuters dan melukai enam lainnya di dekat perbatasan pada hari sebelumnya.
Militer Israel mengatakan pihaknya sedang menyelidiki penyebab serangan fatal pada Jumat (13/10) yang juga melukai jurnalis AFP, Reuters, dan Al-Jazeera.
“Kami sangat menyesal atas kematian jurnalis tersebut,” kata juru bicara militer Richard Hecht dalam penjelasannya mengacu kepada jurnalis video Reuters yang terbunuh, Issam Abdallah.
Ketika ditanya siapa yang melancarkan serangan, Hecht mengatakan, “Kami sedang menyelidikinya.”
Tentara Libanon mengatakan dalam suatu pernyataan bahwa, “Musuh Israel menembakkan roket yang menghantam mobil sipil milik tim media yang menyebabkan kematian Issam Abdallah.
” Kementerian Luar Negeri Libanon juga menyalahkan Israel dan menyebut serangan itu sebagai pembunuhan yang disengaja dan kejahatan terhadap kebebasan berbicara dan jurnalisme.
Sekelompok jurnalis dari berbagai media, mengenakan rompi pers dan helm, berada di dekat desa Alma al-Shaab, dekat perbatasan dengan Israel, ketika mereka diserang langsung, menurut dua saksi mata.Â
Perbatasan tersebut telah diguncang kekerasan sejak kelompok Islam Palestina Hamas menewaskan 1.300 orang dalam serangannya pada 7 Oktober terhadap Israel yang memicu pengeboman balasan di Gaza yang telah menewaskan 1.900 orang di sana.
Israel mengerahkan pasukan dan tank di sepanjang perbatasan utara dengan Libanon, negara yang secara teknis masih berperang.
Kelompok militan Libanon, Hizbullah, yang didukung Iran punya andil yang besar.
Dua serangan langsung Fotografer AFP Christina Assi dan jurnalis video AFP Dylan Collins termasuk di antara enam jurnalis yang terluka.
Collins mengatakan belum ada tembakan dari lokasi mereka sebelum serangan dilancarkan dari sisi perbatasan Israel.
“Kami merekam asap yang mengepul dari tembakan artileri Israel yang menargetkan bukit jauh di depan kami,” kata Collins.
“Tidak ada aktivitas militer di dekat kami dan tidak ada tembakan artileri di dekat kami.”
Para jurnalis sedang berdiri di tempat terbuka ketika mereka mendengar tembakan senjata ringan dari arah berbeda di barat di sepanjang perbatasan dengan Israel, menurut Collins, yang berbicara dari rumah sakit.
“Ketika kami mengarahkan kamera untuk melihat lebih dekat, kami langsung terkena serangan roket dari pihak Israel,” kata Collins.
Tak lama setelah itu, katanya, “Kami diserang lagi, secara langsung, di tempat yang sama dan dari area yang sama. Dua serangan langsung di area yang sama.
” Berlari mencari perlindungan Al-Jazeera menuduh Israel melakukan serangan tersebut.
Reuters mengatakan para jurnalis diserang oleh, “Misil yang ditembakkan dari arah Israel,” mengutip salah satu dari wartawannya di tempat kejadian.
Reporter Al-Jazeera Carmen Joukhadar, yang juga termasuk di antara mereka yang terluka, mengatakan bahwa, “Israel secara langsung menargetkan kami.”
Joukhadar dan rekan-rekan wartawan sedang merekam video di bukit, “Di area terbuka, tanpa ada lokasi militer di dekat kami,” katanya.
Ketika serangan pertama terjadi di daerah tersebut, dia berlari ke mobilnya untuk mencari perlindungan.
“Lalu saya pikir saya tidak boleh dekat-dekat dengan mobil, jadi saya lari. Serangan kedua menghantam kendaraan itu,” ujarnya.
Tidak lama sebelum para jurnalis tersebut diserang, tentara Israel mengatakan dalam suatu pernyataan bahwa,
“Beberapa saat yang lalu, satu ledakan terjadi di pagar perbatasan di Hanita (Galilea Barat),” mengacu pada titik di seberang perbatasan dari Alma Al-Shaab.
Dikatakan, “Kerusakan ringan terjadi pada tembok,” dan, “Sebagai tanggapan, pasukan IDF (tentara) saat ini merespons dengan tembakan artileri ke wilayah Libanon.”
Sekjen PBB Antonio Guterres menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga Abdallah dan jurnalis lain yang tewas saat menjalankan tugas.
(AFP)