KORANBOGOR.com,JAKARTA-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang PT Akulaku Finance Indonesia (Akulaku) menyalurkan pembiayaan kepada debitur eksisting maupun debitur baru dengan skema buy now pay later (BNPL) atau pembiayaan serupa. Pelarangan itu termasuk pada penyaluran pembiayaan yang dilakukan melalui skema channeling maupun joint financing.
Itu merupakan penerapan sanksi administratif kepada Akulaku dalam bentuk pembatasan kegiatan usaha tertentu (PKUT). Soalnya, perusahaan dinilai tidak menjalankan rekomendasi otoritas terkait proses bisnis penyaluran pinjaman beli sekarang bayar nanti (buy now pay later/BNPL).
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro,dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman dalam konferensi pers secara daring, Senin (30/10).
“OJK telah menetapkan pembatasan kegiatan usaha tertentu kepada perusahaan pembiayaan PT Akulaku Finance Indonesia karena tidak melaksanakan tindakan pengawasan yang diminta oleh OJK untuk memperbaiki proses bisnis BNPL agar sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, prinsip manajemen risiko, dan tata kelola perusahaan yang baik,” ujarnya.
Agusman mengatakan, pencabutan PKUT akan dilakukan apabila OJK menilai bahwa perusahaan pemberi pinjaman online (pinjol) itu telah melaksanakan seluruh komitmen korektif action plan, termasuk pemenuhan seluruh rekomendasi pemeriksaan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
Otoritas telah memberikan surat pembinaan kepada seluruh perusahaan pembiayaan yang menyalurkan BNPL.
Dalam surat tersebut, perusahaan-perusahaan terkait diminat untuk terus memperbaiki dan memperkuat dalam proses bisnis.
“Itu mencakup dalan proses under writing dengan memperhatikan penerapan aspek manajemen risiko, tata kelola perusahaan yang baik, dan manajemen risiko teknologi informasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” terangnya.
Penerapan PKUT terhadap Akulaku merupakan salah satu dari pengenaan sanksi administratif yang diberikan OJK selama Oktober 2022.
Data otoritas menunjukkan pada bulan ke-10 tahun ini, 23 perusahaan peer to peer (P2P) lending telah melakukan pelanggaran administratif.
Adapun sebanyak 22 perusahaan menerima sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan 1 lainnya merupakan pembatasan kegiatan usaha. Agusman menambahkan, pada Oktober 2023 pula otoritas telah membekukan kegiatan usaha terhadap 1 perusahaan P2P lending.
Sedangkan hingga 20 Oktober 2023, terdapat 8 perusahaan pembiayaan dan 6 perusahaan modal ventura yang belum memenuhi ketentuan terkait ekuitas minimum yang masih dalam monitoring dalam rangka realisasi action plan yang telah disampaikan.
“Action plan yang diajukan antara lain berupa injeksi modal dari PSP (pemegang saham pengendali) dan injeksi modal dari new strategic investor, merger, penjualan aset, maupun pengembalian izin usaha,” kata Agusman.
“Apabila perusahaan-perusahaan pembiayaan dan modal ventura ini dalam pemenuhan monitoring tidak dapat memenuhi ketentuan sampai dengan jangka waktu yang telah disetujui OJK, akan ditindaklanjuti dengan penegakan kepatuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” pungkasnya