KORANBOGOR.com,JAKARTA-Presiden Joko Widodo dianggap tengah melakukan operasi senyap untuk merekayasa demokrasi, terutama pada gelaran Pemilu 2024. “Yang dilakukan adalah operasi senyap tanpa drama orkestrasi.
Dia melakukan dengan metode intelijen yang isinya merekayasa demokrasi kita, merekayasa pemilu kita. Itu sudah terlihat mulai dari pencapresan pencawapresan,” uajr aktivis demokrasi Julius Ibrani, Kamis (9/11).
Jokowi sebelumnya sempat menyebut bahwa Pemilu 2024 terlalu banyak drama. Namun, menurut Julius, pernyataan soal drama itu justru berbanding terbalik dengan realita.
Julius menganggap pernyataan presiden seolah meminta publik tidak perlu mengkritisi semua keanehan yang terjadi pada proses pemilu kali ini.
“Seperti semua itu diminta diam, tidak usah merespons, tidak usah berisik, tidak usah komentar. Ikuti saja orkestrasi dia,” ucap Julius.
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) itu mengatakan dalam konteks teoritis negara demokrasi, perbedaan pendapat hingga adu gagasan yang berdasarkan pemikiran dari semua orang harus difasilitasi oleh negara.
Dengan mengeluarkan komentar terkait drama, Jokowi dipandang enggan membuka ruang beradu gagasan itu.
“Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa tidak boleh ada perdebatan. Tidak boleh ada keributan. Semuanya satu komando. Semua harus nurut.
Artinya ini statement yang dapat dimaknai sebagai statement antidemokrasi, sebagai statement yang betul-betul merepresi akal pikiran warga dan juga ekspresi dari warga negara,” jelasnya.
Sebelumnya, Jokowi mengaku melihat banyak dinamika jelang pemilu. Ia menilai banyak drama yang diperlihatkan ke publik.
“Karena saya lihat akhir-akhir ini yang kita lihat adalah terlalu banyak dramanya, terlalu banyak drakornya, terlalu banyak sinetronnya.
Sinetron yang kita lihat,” ucap Jokowi di perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-59 Partai Golkar, Jakarta.