Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango.
KORANBOGOR.com,JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memproses Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) maupun laporan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) soal aliran dana janggal ke partai politik (parpol) menjelang Pemilu 2024.
Ketua Sementara KPK, Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya telah memiliki Prosedur Operasional Baku (POB) mengenai penanganan LHA PPATK maupun pelaporan dari masyarakat.
“Kita memiliki POB yang tetap mengenai itu. Tentu ada telaah-telaah terlebih dahulu yang akan dilakukan dilakukan oleh Direktorat PLPM (Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat) yang nantinya akan diteruskan kepada Direktorat Penyelidikan,” kata Nawawi kepada wartawan, Jumat (22/12).
Hasil telaah dari Direktorat PLPM tersebut, kata Nawawi, juga akan mampir kepada pimpinan KPK. Nantinya, pimpinan KPK akan membuat nota dinas rekomendasi hasil telaah tersebut.
Nawawi memastikan, pihaknya tidak ada unsur conflict of interest dalam penanganan penegakan hukum, termasuk soal dugaan aliran dana janggal ke parpol.
“Kita nggak ada unsur conflict of interest dalam konteks penanganan penegakan hukum semacam ini,” pungkas Nawawi.
Selain LHA PPATK, Koordinator MAKI, Boyamin Saiman juga telah melaporkan hal tersebut kepada KPK pada Kamis (21/12).
Di mana, Boyamin melaporkan adanya dugaan penambangan ilegal di Sulawesi Tenggara yang diduga dipakai untuk dana kampanye yang melibatkan seseorang berinisial ATN yang merupakan salah satu tim kampanye capres-cawapres yang mengikuti kontestasi Pilpres 2024.
Namun demikian, Boyamin enggan membeberkan seorang berinisial ATN itu berasal dari tim kampanye pasangan capres-cawapres siapa.
“Dugaan dari penambangan itu sampai Rp3,7 triliun,” kata Boyamin kepada wartawan, Kamis (21/12).
Modusnya kata Boyamin, yakni perusahaan ATN tidak memiliki izin tambang, akan tetapi menggunakan izin perusahaan lain yang sudah pailit. Bahkan, izin tersebut dibuat tanggal mundur.
“Karena perusahaan yang dipakai untuk menambang itu sudah belakangan. Ini izin 2011, 2014 pailit, nah tahun 2017 baru berdiri perusahaan ini. Masa seakan-akan dapat izin tahun 2011,” terang Boyamin.
Selanjutnya yang kedua, tambang tersebut dilakukan di hutan, tanpa adanya izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Lalu yang ketiga, terkait dengan dokumen terbang, yakni seakan-akan penambangan tersebut memperoleh izin, seolah-olah menjadikan legal tambang-tambang yang ilegal.
“Coba KPK berprestasi membongkar dana-dana ilegal yang dipakai untuk kampanye untuk melindungi bisnis tersebut.
Karena pemilu-pemilu sebelumnya juga ada isu ini, bahwa ada penggunaan dana kampanye dari kegiatan ilegal, tapi itu selalu lagu yang diputar ulang yang tidak ada tindaklanjutnya.
Maka saya ‘memaksa’ KPK biar bekerja untuk dana ini dengan data yang lebih komplit,” pungkas Boyamin.