KORANBOGOR.com,JAKARTA-Dampak lanjutan dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (24/1) bahwa presiden dan menteri boleh berpihak dan berkampanye dalam pemilihan umum (pemilu) mulai terlihat. Salah satunya adalah sikap penjabat Gubenur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin yang membolehkan aparatur sipil negara (ASN) di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan ikut kampanye.
Demikian disampaikan peneliti pada Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ihsan Maulana. Baginya, pernyataan Presiden Jokowi berpotensi ditafsirkan jajaran aparatur untuk berpihak dan berkampanye.
“Pj Gubernur Sulawesi Selatan menyampaikan bahwa ASN boleh berkampanye. Itu kan efek domino dari statement Jokowi bahwa presiden boleh berkampanye dan boleh memihak,” ujar Ihsan kepada Media Indonesia, Sabtu (27/1).
Padahal, sebelum disampaikan pun, publik dengan mudah mengetahui konflik kepentingan Jokowi dengan salah satu kandidat, yakni calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulungnya. Bahkan, saat itu ketidaknetralan aparatur sudah mulai tampak dengan deklarasi dukungan terhadap Gibran dari sejumlah personel Satpol PP di Garut, Jawa Barat.
Ihsan khawatir ekses atas pernyataan Jokowi yang timbul berikutnya bukan hanya sebatas mobilisasi ASN terhadap upaya pemenangan pasangan capres-cawapres tertentu, tetapi juga pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif menggunakan politik uang, mobilisasi ASN, pengerahan TNI/Polri, yang sebetulnya itu dikhawatirkan dilakukan dan potensi kecurangan itu ada,” tandasnya.
Setelah menuai polemik di tengah masyarakat, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pernyatannya sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu.
Sambil membawa karton putih bertuliskan Pasal 299 UU Pemilu, Jokowi menjelaskan bahwa presiden dan wakil presiden memiliki hak melaksanakan kampanye. “Yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu. Jangan ditarik ke mana-mana,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengungkap pihaknya telah menyurati Presiden Jokowi soal batasan-batasan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang presiden selama kontestasi Pemilu 2024.
“Kami sudah ngirim surat ke Pak Presiden untuk kemudian dalam melakukan hal apapun juga yang berkaitan dengan sekarang masa tahapan kampanye, maka ada beberapa larangan dalam Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilu,” papar Bagja.
Selain Presiden, Bagja juga mengatakan surat dari Bawaslu berisi pengingat untuk menteri-menteri yang berada dalam kewenangan Presiden terkait batasan-batasan selama kampanye.
Menurut Bagja, surat itu telah dikirim sebelum Presiden Jokowi mengatakan bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak dalam kontestasi pemilu karena memiliki hak politik pada Rabu (24/1) lalu.
Baginya, Presiden Jokowi hanya mengutip bunyi Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu. Namun, pernyataan itu belum cukup jelas untuk menegaskan bahwa Jokowi ingin berkampanye. Bagja mengingatkan, sebagai pribadi, Jokowi memang boleh berpihak.
“Tapi Presidennya tidak boleh (memihak) sebagai jabatannya,” sambungnya.