KORANBOGOR.com,JAKARTA-Capres Nomor Urut 2 Prabowo Subianto dipastikan akan merangkul semua kompetitor bila nanti disahkan sebagai presiden. Prabowo ingin koalisi pemerintahannya bisa gemuk.
Untuk saat ini, koalisi pengusung Prabowo yang terdiri dari Golkar, Demokrat, PAN dan Gerindra hanya memiliki 42,9 persen suara di parlemen. Maka, untuk menjadi mayoritas di DPR RI, Prabowo harus membawa partai lain masuk ke koalisinya.
“Lebih banyak lebih baik supaya pemerintahan ini kuat bisa didukung oleh kekuatan mayoritas parlemen,” kata Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Ahmad Muzani kepada wartawan, Sabtu (17/2).
Saat disinggung potensi Prabowo meninggalkan partai tertentu untuk opsisi, Muzani belum bisa memastikan. Sebab, proses komunikasi dengan kubu 01 dan 03 masih berjalan di tahap awal.
“Ya nanti kita belum tahu desain kerja sama politiknya bagaimana. Tapi mestinya program-program kerakyatan, program-program pemerintahan akan makin efektif kalau didukung oleh mayoritas kekuatan di Senayan,” jelasnya.
Sebelumnya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan PDIP siap berjuang sebagai oposisi di luar pemerintahan dan parlemen, untuk menjalankan tugas check and balance.
Menurutnya, berkaca pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kekuasaan yang terpusat memunculkan kemampuan untuk melakukan manipulasi, sehingga kekuasaan dan kritik dalam konteks kebijakan dan implementasinya dibutuhkan check and balance.
Berada di luar pemerintahan merupakan tugas patriotik yang pernah dijalani PDIP pasca Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
“Ketika PDI Perjuangan berada di luar pemerintahan tahun 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi, karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto kepada wartawan, Kamis (15/2).
Lebih lanjut, Hasto menjelaskan pada Pemilu 2009 terjadi manipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), sehingga wakil rakyat di DPR membentuk hak angket. Saat itu, muncul suatu kesadaran perlindungan hak konstitusional warga negara untuk memilih, meskipun hal itu terjadi lagi saat Pemilu 2024.