KORANBOGOR.com,YOGYAKARTA-Rektor Universitas Islam Indonesia(UII) Yogyakarta,Fathul Wahid mendesak partai politik yang kalah dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024 untuk menjadi oposisi penyeimbang yang berpegang teguh pada etika berbangsa dan bernegara serta menjunjung tinggi Konstitusi dan hak-hak asasi manusia. Partai politik itu juga didesak merealisasikan hak angket dengan mencari langkah lain untuk melawan berbagai pelanggaran.
“Partai politik yang kalah Pilpres harus menjadi oposisi, dengan menggunakan hak angket dan mencari langkah politik dan hukum lainnya sebagai penghukuman terhadap Presiden Jokowi yang terbukti mengkhianati reformasi 1998 dan telah melakukan praktik korupsi kekuasaan secara terbuka,” kata Fathul dalam pernyataan sikap bertajuk ‘Selamatkan Demokrasi Indonesia’ di Halaman Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Muzakkir Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang pada Kamis, 14 Maret 2024.
Fathul menerangkan pengkhianatan reformasi 1998 dan korupsi kekuasaan itu dilihat dari sederet hal yang telah terjadi. Mulai dari penciptaan segregasi sosial sejak 2014 hingga sekarang dengan label kadrun versus kampret terbukti menjadi sarana ampuh untuk melumpuhkan struktur demokrasi, mengebiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan pengkritik pemerintah dibawa ke meja hijau dan bahkan dijebloskan ke balik jeruji besi.
“Aktor masyarakat sipil dibayar menjadi loyalis sok sejati. Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, tanda-tanda kematian demokrasi sudah terasa. Namun, saking halusnya tanda tersebut, tidak banyak yang merasakannya,” ujarnya.
Fathul juga menyebut sederet tindakan lain pemerintah yang kasar terhadap demokrasi, seperti amandemen UU KPK, UU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, serta pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang seakan-akan dilakukan secara konstitusional. Padahal, yang terjadi sesungguhnya adalah manipulasi jalur dan mekanisme konstitusional. Salah satu muara dari berbagai pelanggaran itu yakni majunya putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Fathul menuntut seluruh penyelenggara negara untuk menjunjung tinggi etika berbangsa dan bernegara, menghormati hak dan kebebasan warga negara, dan mengembalikan prinsip independensi peradilan.
Pihaknya mengingatkan pejabat negara bahwa mereka memiliki tugas konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi tercapainya masyarakat yang sejahtera, beradab, adil, dan makmur.
“Kami juga mendorong partai politik untuk menjaga independensinya sehingga berdaya dalam menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan mampu menjalankan perannya untuk membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ucapnya.
Pihaknya mengajak masyarakat memboikot partai politik yang menjelma menjadi penghamba kekuasaan dan uang serta terang-terangan mengkhianati tugas utamanya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.
Di sisi lain, ia meminta lembaga-lembaga negara sesuai tugasnya seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu (DKPP), dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk mengusut semua kecurangan pemilu, termasuk yang dilakukan Presiden Jokowi, pada masa sebelum, ketika, dan sesudah pemungutan suara. Pemilu, katanya, harus menjadi sarana menghasilkan pemerintahan yang absah (legitimate).
“Kami tak lupa menyerukan kepada aktivis masyarakat sipil untuk melakukan pembangkangan sipil dan menolak menjadi bagian dari kekuasaan yang direbut dengan berbagai muslihat tuna etika.
Secara khusus, kami menyeru para tokoh kritis nasional untuk bersatu dan membuat oposisi permanen melawan rezim politik dinasti yang menjadi predator pemangsa dan pembunuh demokrasi di Indonesia,” ungkapnya.Â