KORANBOGOR.com,WASHINGTON DC-Analis senior Kementerian Pertahanan Amerika Serikat Karen Kwiatkowski mengatakan kebingungan politik di Washington telah terjawab oleh laporan keputusan Presiden Joe Biden mengizinkan Ukraina menembakkan senjata yang dipasok AS ke sasaran di Rusia.
“Pemerintahan Biden berdoa agar Ukraina dapat melanjutkan perlawanan hingga awal November (jadwal Pilpres AS),” kata Kwiatkowski kepada Sputnik, Minggu.
Biden pada Kamis (30/5) telah mengambil keputusan untuk mengizinkan rezim Kiev Volodymyr Zelenskyy menembakkan senjata yang dipasok AS ke sasaran di Rusia.
Keputusan tersebut, lanjut Kwiatkowski, jelas mencerminkan ketakutan Biden dan para pejabat tinggi bahwa Ukraina akan benar-benar runtuh sebelum pemilihan presiden Amerika Serikat pada tanggal 5 November.
Oleh karena itu, Biden sangat ingin mempertahankan Ukraina setidaknya sampai saat pemilihan tiba dengan cara apa pun, bahkan dengan risiko memicu konfrontasi termonuklir dengan Rusia.
“Kekacauan, disorganisasi, dan frustrasi politik ini terlihat jelas dan semakin meningkat ketika koalisi negara-negara Barat yang lemah secara militer dan ekonomi berada di ambang perang proksi melawan kekuatan nuklir,” ucapnya.
Namun, perubahan kebijakan yang dilaporkan Biden itu dinilainya sangat berbahaya tidak hanya bagi negaranya sendiri tetapi juga bagi seluruh dunia,.
“Pergeseran dalam kebijakan Biden mengenai penggunaan senjata AS oleh Ukraina di Rusia, di sekitar Kharkov untuk saat ini bersifat eskalasi. Hal ini akan melibatkan militer Rusia juga, untuk segera mengakhiri perang ini melalui kekerasan, bukan negosiasi,” tuturnya.
Biden memperkirakan Ukraina akan memberinya kemenangan perang dalam waktu kurang dari setahun ketika konflik saat ini pecah pada Februari 2022 yang didukung oleh dukungan militer AS yang besar terhadap Zelenskyy di Kiev
Presiden AS itu juga mendesak untuk mengabaikan upaya Rusia untuk mencapai penyelesaian melalui negosiasi secara damai.
Lebih lanjut Kwiatkowski menuturkan bahwa Biden sedang frustrasi karena apa yang seharusnya menjadi demonstrasi kekuatan dan penilaian bagi partainya, malah membuat dia dan partainya tidak populer.
“Selain itu, inflasi yang tinggi dan perekonomian yang stagnan serta kekalahan dalam perang cenderung berakibat fatal secara politik bagi seorang presiden AS yang menjalankan kepemimpinannya,” tambah Kwatlowski.