KORANBOGOR.com,JAKARTA-Sebanyak 18 orang yang terlibat dalam kasus  korupsi pengelolaan komoditas timah di PT Timah Tbk dari tahun 2015 hingga 2022 telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan. Kesemua tersangka akan segera menjalani persidangan.
“Yang pasti, proses persidangan akan dimulai dalam waktu dekat,” ungkap Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, di Kejari Jaksel, pada Senin (22/7)
Hari ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengirimkan tersangka Harvey Moeis dan Helena Lim beserta barang bukti ke Kejari Jaksel. Sebelumnya, sudah ada 16 tersangka yang telah dilimpahkan untuk disidangkan.
Harli menyebutkan bahwa empat tersangka lainnya juga akan segera dilimpahkan ke Kejari Jaksel setelah berkas perkara mereka dinyatakan lengkap atau P-21.
“Keempat tersangka tersebut akan diproses secepat mungkin. Teman-teman bisa melihat bagaimana perkembangannya. Tidak ada yang main-main dengan kasus ini. Hari ini dua orang, dan dalam waktu dekat, proses pelimpahan akan segera diselesaikan karena kami juga terikat oleh batasan penahanan,” jelas Harli.
Kejagung tidak sembarangan dalam mengirimkan berkas perkara. Harli menjelaskan bahwa pengiriman berkas merupakan bagian dari strategi penuntutan, mengingat adanya pelaku dari kalangan penyelenggara negara dan pihak swasta.
“Jaksa penuntut umum terus bekerja keras untuk menyelesaikan kasus ini. Saat ini, mereka sedang mempersiapkan surat dakwaan dan mempelajari berkas perkara, dan pada waktunya akan dilimpahkan ke pengadilan,” tambahnya.
Untuk diketahui, total 18 tersangka telah dilimpahkan ke Kejari Jaksel, termasuk Amir Syahbana (AS), Kepala Bidang Pertambangan Mineral Logam pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung periode 2018-2021; Tamron Tamsil alias Aon (TN alias AN), pemilik manfaat CV VIP dan PT MCN; Achmad Albani (AA), Manajer Operasional Tambang CV VIP dan PT MCN; Harvey Moeis, pihak swasta; dan Helena Lim.
Kejagung menetapkan total 22 tersangka dalam kasus korupsi timah ini, yang diduga terlibat dalam pengaturan kegiatan pertambangan ilegal di Bangka Belitung, menyebabkan kerugian negara hingga Rp300 triliun.