KORANBOGOR.com,SEMARANG-Puluhan anak setiap bulan lakukan cuci darah di empat rumah sakit tipe A di Jawa Tengah. Sebagian besar merupakan pasien rujukan dari daerah. Namun belum sampai penelitian dan kajian secara mendalam penyebabnya.
Seorang warga Demak Riyanti ,34, mengatakan datang di sebuah rumah sakit besar di Kota Semarang karena mengantar anaknya yang masih berusia 9 tahun untuk menjalani cuci darah akibat gagal ginjal.
“Dirujuk untuk menjalani cuci darah di sini, karena rumah sakit di daerah kami belum ada fasilitas untuk cuci darah,” tambahnya.
Sementara itu Afni,45, warga Semarang juga memiliki seorang anak saat ini yang merupakan siswa sekolah dasar di Semarang Barat, Kota Semarang dan menjadi langganan cuci darah.
Dia mengaku terbantu dengan adanya ambulans yang siaga di sekolah, karena setiap pekan dapat menggunakan fasilitas transportasi itu untuk mengantar anak menjalani kegiatan medisnya.
“Kalau biaya perawatan ditanggung BPJS jadi tidak terlalu berat. Tetapi harus rutin menjalani cuci darah menjadi beban pikiran orang tua,” kata Afni.
Meskipun menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jateng menyebut banyaknya anak lakukan cuci darah bukan karena peningkatan jumlah, tetapi terjadi karena adanya peningkatan pelayanan kesehatan sehingga banyak rujukan berasal dari daerah yang tidak mempunyai fasilitas tersebut.
“Jumlah pasien anak cucu darah setiap bulan berkisar 11-14 anak per rumah sakit tipe A yang ada di Jawa Tengah,” ujar Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jawa Tengah Elhamangto Zuhdan.
Di Jawa Tengah terdapat empat rumah sakit tipe A, lanjut Elhamangto Zuhdan, yakni RSUD Margono Purwokerto, RSUP dr Kariadi Semarang, RSUD dr Moewardi Solo dan RSUP Soeradji Tirtonegoro di Klaten, sehingga secara keseluruhan jumlah anak cucu darah berkisar 44-56 anak.
Banyaknya jumlah pasien anak menjalani cuci darah setiap bulan tersebut, ungkap Elhamangto Zuhdan, karena ada peningkatan pelayanan di rumah sakit tipe A, sebagai akibat terbatasnya sarana di rumah sakit yang ada di daerah karena keterbatasan sarana layanan cuci darah anak. “Jadi yang meningkat adalah karena layanan rujukannya, bukan pasiennya,” tambahnya.
Menyinggung tentang penyebab anak melakukan cuci darah, menurut Elhamangto Zuhdan, masih memerlukan kajian lebih mendalam karena penyebabnya cukup beragam dari mulai bawaan, akibat pengobatan yang membuat fungsi ginjal menurun, konsumsi minuman manis, dan lain sebagainya.
“Kita menghimbau agar para orang tua menjaga pola hidup hidup sehat anak, seperti pola konsumsi makanan agar tetap terjaga,” ujarnya.