PUKAT UGM : Tak Perlu Penjara Khusus Sahkan Saja RUU PERAMPASAN ASET

Harus Baca

KORANBOGOR.com,JAKARTA-Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya kembali menyinggung persoalan korupsi. Ia berencana akan membangun Penjara Khusus Koruptor di pulau terpencil sebagai terobosan baru untuk memberikan efek jera terhadap para pemakan uang rakyat. 

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai berbagai isi pidato Presiden mengenai pemberantasan korupsi memang terkesan tak biasa. Namun, antara satu ide dan ide lain yang kerap disampaikan tidak terkait satu sama lain.  

“Sayang sekali hanya pidato dan pidato tanpa ada implementasi kebijakan secara nyata. Dari pidatonya, kita bisa melihat bahwa Presiden sebenarnya tidak paham apa yang harus dilakukan untuk melakukan pemberantasan korupsi,” kata Zaenur kepada Media Indonesia pada Kamis (13/3)

Zaenur melihat berbagai ide yang disampaikan itu menunjukkan bahwa Presiden tidak memiliki gambaran yang komprehensif dalam memberantas korupsi. Menyoal pembangunan penjara khusus koruptor, menurut Zaenur hal itu tidak cukup untuk memberikan efek jera bagi koruptor. 

“Problem utama dari pemberian efek jera di Indonesia menurut saya adalah soal asset recovery dan pemiskinan. Korupsi itu adalah kejahatan yang bermotif ekonomi sehingga disinsentifnya itu tidak cukup hanya dengan pidana badan,” jelasnya.  

Zaenur menilai, selama ini Indonesia sudah memiliki penjara khusus koruptor di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, tetapi kasus-kasus korupsi masih masif.  Sebab, hukuman penjara untuk mereka tidak diiringi dengan pemiskinan dengan cara merampas dan memulihkan aset yang dikorupsi.

”Jadi koruptor juga harus ada disinsentif berupa ekonomi, yaitu seoptimal mungkin merampas aset kejahatan untuk pemulihan aset. Selain itu, juga perlu ada pengenaan denda yang sangat tinggi,” ujar Zaenur.

Sayangnya, lanjut Zaenur, masih ada persoalan keterbatasan instrumen hukum dalam pemulihan aset. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perampasan Aset. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang ada pun belum mengatur pengenaan denda yang tinggi untuk para koruptor.

“Kalau rampasan aset-aset kejahatan itu maksudnya adalah setiap pindah-pindah korupsi itu jangan sampai asetnya itu bisa dinikmati oleh pelaku. Misalnya karena hasil kejahatannya sudah dilarikan ke luar negeri, sudah disamarkan, sudah dialih bentuk dan seterusnya,” tutur Zaenur. 

“Dan dari aspek denda. Dendanya juga relatif rendah,” sambungnya.

Selain keterbatasan instrumen pemulihan aset, Zaenur menekankan bahwa negara juga perlu mengupayakan reformasi aparat penegak hukum. Hal itu krusial agar penegak hukum bisa menjalankan tugas tanpa pandang bulu.

“Sayang sekali hal itu tidak menjadi agenda yang ditawarkan oleh Presiden. Tetapi justru, Presiden hanya menyampaikan pidato-pidato yang bombastis tanpa ada tindak lanjut yang bisa diuji dan bisa diukur keberhasilannya,” pungkasnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Panglima TNI Dampingi Presiden Prabowo dalam Peluncuran Mekanisme Baru Tunjangan Guru

KORANBOGOR.com,JAKARTA-Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mendampingi Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri peluncuran mekanisme baru penyaluran tunjangan guru Aparatur...

Berita Terkait