KORANBOGOR.com,JAKARTA-Pembahasan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang dilakukan DPR RI dan pemerintah di sebuah hotel mewah di Jakarta Pusat sarat transaksional. Itu semakin menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang tak ingin melibatkan partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.
Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus berpendapat,meski selama ini publik mengetahui hanya ada tiga pasal yang direvisi,yakni Pasal 3,Pasal 47, dan Pasal 53,bukan tidak mungkin DPR dan pemerintah menambah perombakan beleid lainnya dalam forum yang tertutup itu.
Bahkan, Lucius mendengar isu bahwa Pasal 7 ayat (2) UU TNI tentang operasi militer selain perang (OMSP) juga ikut-ikutan bakal direvisi.
“Bukan tak mungkin akan ada pasal lain lagi yang diubah,apalagi jika proses pembahasannya diadakan di hotel,tempat di mana banyak transaksi terjadi,” katanya kepada Media Indonesia, Sabtu (15/3).
Luicus pun mempertanyakan regulasi macam apa yang diharapkan dari DPR dan pemerintah yang ingin membahas proses revisi dengan cepat dan menghindari pantauan publik. Ia berpendapat, UU TNI yang sedang dirancang saat ini merupakan beleid yang menegasikan harapan publik agar amanat reformasi soal profesionalitas TNI dipertahankan.
“UU TNI yang dibahas sembunyi-sembunyi dan terburu-buru ini adalah UU TNI yang diinginkan pemerintah, dan tentu TNI sendiri,” jelasnya.
(Red/MI)