KORANBOGOR.com,JAKARTA-Rencana adanya ragam bantuan sosial senilai Rp13,39 triliun dari pemerintah dinilai sebagai sikap laten jelang pemilu yang memiliki tujuan politis.
Hal ini menurut jubir PKS Ahmad Mabruri sudah dipahami oleh publik sehingga tidak aneh jika pola yang sama akan terjadi lagi jelang pemilu 2024.
“Iya kan sudah jelas arahnya. Tiap mau pemilu bansos digelontorkan. Kepuasan pemilih kepada pemerintah saat di survey meningkat,” ucapnya, Jumat (27/10).
Meski situasi ini terus berulang dan menjadi pola, publik tidak bisa begitu saja dikondisikan. Sebab dengan berbagai akses informasi yang diterima publik tentang para calonnya, publik bisa menilai dan mengambil sikap atas pilihannya nanti dalam pemilu.
“Tetap saja rakyat susah dapat kerja. Tapi yang pasti rakyat itu bisa menilai mana yang bisa dia percaya untuk jadi pemimpin. Masyarakat kita semakin melek politik tidak bisa sekadar dirayu dengan materi.
Apa yang terjadi sudah sangat gamblang,” paparnya. Baca juga :Â Pembagian Penanak Nasi Dinilai Tidak Tepat Dia menambahkan penggunaan pola bagi-bagi bansos dapat dibaca sebagai upaya pemerintah berpihak pada satu kelompok. Sehingga penting untuk semua pihak semakin menguatkan pendidikan politik yang kritis kepada publik.
Sementara itu Direktur eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah Putra mengatakan program bansos di tahun politik patut diduga sebagai langkah politis untuk tujuan keuntungan pihak tertentu.
Program bansos yang berdekatan dengan pemilu jelas memicu mobilisasi pemilih yang memberikan efek tertentu khususnya kepada pihak yang didukung pemerintah.
“Inilah mengapa perlu adanya agenda terukur yang dijalankan pemerintah, agar program pemerintah tidak dipolitisir untuk kepentingan politis.
Bansos yang berdekatan dengan Pemilu jelas memicu mobilisasi pemilih. Terlebih keluarga Jokowi ikut kontestasi, Gibran jelas diuntungkan,” ungkapnya. Seharusnya Bawaslu melakukan tekanan agar tidak ada program pemerintah yang potensial dijadikan kampanye terselubung.
Demokrasi yang sehat harus dibangun oleh semua pihak khususnya penyelenggara pemilu yang berada di garis terdepan.
“Hari ini kita sedang menyaksikan bencana kelaparan di Yahukimo, Papua, dan itu tidak ada hingar bingar pemerintah untuk menangani, sementara untuk yang potensial bermuatan politis justru pemerintah gencar lakukan, jelas ini ketimpangan,” tukasnya.