Aktivis 98 Beri Rapor Merah Untuk Rezim Presiden Joko Widodo : Demokrasi Buruk,KKN Vulgar

Harus Baca

KORANBOGOR.com,JAKARTA-Aktivis ’98 Ubedillah Badrun memberikan rapor merah bagi pemerintahan era Joko Widodo (Jokowi) dengan melihat buruknya berbagai indikator di sisi demokrasi, KKN, dan HAM.

Ubedillah berbicara demikian saat peringatan 26 tahun reformasi serta napak tilas pelanggaran HAM era Orde Baru di Markas Front Penyelamat Reformasi Indonesia, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (21/5).

“Hari ini demokrasi kita memburuk, bahkan indeks demokrasi kita berada pada posisi yang oleh The Economies disebut sebagai A Flawed Democracy, demokrasi yang cacat,” kata Ubedillah dalam konferensi persnya, Selasa.

Diketahui, para aktivis dan korban pelanggaran HAM melaksanakan peringatan 26 tahun reformasi dengan menunjukkan replika 2.000 tengkorak dan 1000-an kuburan.

Para aktivis bakal melaksanakan acara selama tiga hari dari 21-23 Mei 2024 dengan disisipi diskusi berkaitan pelanggaran HAM.

Menurut Ubed sapaan akrab Ubedilah, demokrasi Indonesia seharusnya membaik setelah reformasi, tetapi kenyataan menunjukkan hal berkebalikan. 

“Kami juga dahulu bercita-cita agar bangsa ini setelah 25 tahun lebih itu memasuki episode yang praktek kekuasaan dan pemerintahan menjalankan good governance dan clean government,” ungkap pentolan Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ).

Kemudian, Ubed menyinggung praktik KKN yang begitu vulgar dipertontonkan sehingga rapor merah perlu diberikan buat pemerintahan saat ini.

“Ini faktanya sangat empirik. KKN menjadi begitu vulgar. Datanya bisa dilihat bersama-sama bahwa indeks korupsi skornya hanya 34. Itu kalau rapor, merahnya, merah banget,” kata dia.

Alumnus Universitas Negeri Jakarta itu juga menganggap persoalan HAM yang korbannya hampir di seluruh Indonesia belum banyak terselesaikan pemerintahan saat ini.

“Faktanya, hari ini indeks HAM kita, skornya hanya 3,2. Ini sesuatu yang sangat memperihatinkan sebetulnya,” ujar Ubed.

Dia kemudian menyinggung langkah pemerintahan dalam mengurangi pengangguran yang tak maksimal dengan ditandai sulitnya gen z memperoleh pekerjaan.

“Angka kemiskinan bertambah, bahkan gen z ada 9,9 juta anak gen z pengangguran. Ini, kan persoalan yang sangat serius. Kemudian di saat yang sama pengangguran yang makin bertambah dan biaya pendidikan juga sekarang makin melonjak. Uang kuliah tunggal hampir tidak bisa di kontrol oleh kekuasaan,” ujarnya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Ketua PPATK Ungkap 2.000 Data Pengepul

Foto: Ivan Yustiavandana,Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) KORANBOGOR.com,JAKARTA-Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) sedang melakukan kajian terhadap...

Berita Terkait