Tim Hukum Moeldoko Center Ajukan Amicus Curiae, Kasus Sengketa Hak Asuh di MK

Harus Baca

KORANBOGOR.COM.JAKARTA. Sengketa perebutan Hak Asuh anak yang belakangan ini ramai dibicarakan di Media membuat TIM Hukum dari Moeldoko Center turut memberikan tanggapannya terkait hal tersebut (04/07). 

Diketahui, buntut dari viralnya terkait perebutan Hak Asuh Anak dan disusul adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal 330 KUHP, dimana Perkumpulan Pejuang Anak Indonesia (PPAI) menuntut adanya sanksi pidana bagi setiap orang memisahkan anak darinorang tua kandungnya. 

Oleh sebab itu, Tim Hukum Moeldoko Center, mengajukan amicus Curiae, 

Amicua Curiae dalam pengajuannya  tidak harus oleh advokat. Bisa saja diajukan oleh orang dengan pengetahuan atas suatu perkara yang keterangannya berharga bagi pengadilan. Keterangan dari Amicus Curiae ini dapat berupa tulisan atau diberikan secara lisan dalam persidangan.

” saya Riko Ginting, SH., dari Tim Hukum moeldoko center tiba di MK RI, untuk memyampaikan Amicus curiae atau sahabat pengadilan, memberikan pendapat hukum kami mengenai hak asuh anak yang sedang ramai dibicarakan, dimana telah ada gugatan PUU di MK no. 140/Puu-XXI/2023, tentang Pasal 330 ayat (1) KUHP menyatakan”,paparnya.

Riko menambahkan putusan pengadilan sangatlah berbeda dengan praktek dilapangan, orang tua pemegang Hak Asih incraht tak dapat Haknya. “Tapi dalam dalam prakteknya, dimana putusan pengadilan terkait hak asuh anak tidak bisa mengambil keras anak tersebut karna sama2 orang tua kandung, walaupun kita lihat kasus ini sudah sangat jelas bahwa dimana hak asuh anak tsb jatuh kepada orang tua yang memengi perkara n incraht”, tambahnya. 

Perebutan Hak Asuh anak dinilai banyak yang melanggar aturan dan tidak menjalankan putusan pemgadilan bahwa anak harus diberikan kepada pemegang Hak Asuh sesuai dengan putusan hakim. 

“Saya berpendapat bahwa harusnya kita menegakkan hukum yang seadil-adilnya  dimana kita berpatokan pada uu yang sudah dibuat, apabila uu tersebut telah dilanggar oleh yang berperkara atau tidak ada itikad baik terhadap putusan tersebut”, katanya. 

Masih maraknya kejadian perebutan Hak Asuh atau pun tidak dijalankan putusan pengadilan perdata agar tidak adanya pidana jika setiap orang yang tidak menjalankan putusan pengadilan

“karena hukum kita di Indonesia ini, tidak ada sangsi apapun, apalagi sangsi pidana terhadap putusan pengadilan secara perdata yg melanggarnya, incraht sekalipun, tidak ada kepastian hukum disitu”, imbunya kepada wartawan di MK. 

Tim Hukum Moedoko Center memohon kepada Hakim Mahkamah Konstitusi untuk segera merevisi pasal 330 sebagaimana yang digugat oleh Perkumpulan Pejuang Anak Indonesia (PPAI). 

“MK harus merevisi pasal 330 KUHP, melalui PPU No 140. Perlu adanya sangsi pidana terhadap pihak yang tidak mengikuti amar putusan hakim walaupun hanya bersifat perdata. Namun perlu dilihat adanya means rea (itikad buruk) dari pihak yang kalah (pihak yang tidak diberi kuasa hak asuh anak)”, tegas Riko Ginting. 

Pemerintah khususnya, Kementerian dan lembaga terkait, Kemenpppa, Kemenkumham, Kemenko PMK, KPAI, ikut mendukung dan mendorong agar adanya kepastian hukum bagi pemegang Hak Asuh Incraht. 

“Ikut mendorong MK agar memberikan kepastian hukum terkhusus pasal 303 kuhp, supaya setiap orang yg melanggar putusan perdata terkait hak asuh anak, agar yg tidak berhak, sekalipun itu ortu kandungnya perlu adanya sanksi yg jelas (pidana)”, ucapnya. 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Aparat Bebuarkan Paksa Unjuk Rasa Tolak UU TNI Depan Gd DPR RI

KORANBOGOR.com,JAKARTA-Petugas pengawal unjuk rasa terkait Undang-Undang TNI di depan gedung MPR/DPR, akhirnya membubarkan paksa mereka karena sudah melebihi batas...

Berita Terkait