KORANBOGOR.com,JAKARTA-Kedutaan Besar Australia di Jakarta hari ini menyelenggarakan sebuah diskusi panel yang membahas bagaimana para pemangku kebijakan dan industri keuangan bekerja sama untuk mengatasi risiko-risiko yang berkaitan dengan iklim pada sektor keuangan.
Deputy Chair Australian Prudential Regulation Authority (APRA) Margaret Cole, menjadi pembicara dalam acara tersebut bersama dengan Joko Siswanto, Direktur Keuangan Berkelanjutan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irman Robinson, Direktur Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, dan Mutia Prabawati, Project Finance Manager di Akuo Energy.
Dampak langsung dari perubahan iklim, termasuk banjir, kebakaran hutan, naiknya permukaan air laut, dan peningkatan suhu dapat berdampak pada lembaga keuangan dengan rusaknya aset, meningkatnya klaim asuransi, mengurangi nilai investasi dan meningkatkan risiko kredit bagi pemberi pinjaman.
“Saya menghargai hubungan yang telah terjalin dengan Pemerintah Indonesia dan ini sangat penting bagi kami,” kata Deputy Chair Cole.
APRA mengatur 1.790 lembaga keuangan di Australia dan bertanggung jawab untuk melindungi aset senilai 8,6 triliun dolar atas nama nasabah bank, credit union, building societies, para pemegang polis asuransi umum, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, dan dana pensiun.
APRA telah lama bekerja sama dengan OJK di Indonesia. Pada 2022, kedua regulator menandatangani Nota Kesepahaman, dan telah setuju untuk bekerja sama di berbagai bidang termasuk berbagi informasi, manajemen krisis, bantuan teknis, dan pengembangan kapasitas.
APRA bekerja sama dengan OJK untuk memperkuat ketahanan sektor perbankan dalam menghadapi perubahan iklim dengan pengembangan Climate Risk Stress Framework melalui Prospera, Kemitraan Australia-Indonesia untuk Pembangunan Ekonomi. Hal ini dilakukan melalui kerja sama dengan Australian Treasury, Reserve Bank of Australia, dan Australian and Securities Investments Commission.
Pertanyaan Media: Public-Affairs-JAKT@dfat.gov.au