KORANBOGOR.com,YOGYAKARTA-Libur panjang Waisak biasanya menjadi momen emas bagi sektor pariwisata, namun tahun ini justru membawa kabar buruk bagi perhotelan dan restoran di Yogyakarta. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta melaporkan penurunan tingkat okupansi hotel hingga 20% dibandingkan tahun lalu, dari 80%ā90% menjadi hanya sekitar 60%.
Ketua PHRI Yogyakarta, Deddy Pranowo, menyebutkan bahwa penurunan ini dipicu oleh tiga faktor utama:
- Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, yang membatasi pengeluaran kementerian dan pemerintah daerah untuk kegiatan di hotel dan restoran.
- Larangan study tour di berbagai daerah, yang mengurangi kunjungan grup pelajar.
- Menurunnya daya beli masyarakat, yang berdampak pada berkurangnya aktivitas wisata.
āKebijakan efisiensi ini membuat perputaran ekonomi di Yogyakarta terhambat. Kami mendesak pemerintah membuka kembali anggaran, setidaknya 50%, agar ekonomi lokal tetap bergerak,ā ujar Deddy kepada Beritasatu.com, Jumat (9/5/2025).
Akibat penurunan okupansi, sektor perhotelan menghadapi tekanan finansial serius. Sekitar 5.000 karyawan terpaksa dirumahkan sementara untuk mengurangi beban operasional. Deddy memperingatkan bahwa tanpa dukungan konkret dari pemerintah, okupansi hotel bisa terus melemah, menghambat pemulihan ekonomi lokal yang bergantung pada pariwisata.
PHRI Yogyakarta meminta pemerintah meninjau ulang kebijakan efisiensi dan memberikan mitigasi untuk mendukung sektor pariwisata, agar roda ekonomi di daerah seperti Yogyakarta tetap berputar.