KORANBOGOR.com,JAKARTA-Keberadaan tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat, yang dikenal sebagai Global Geopark UNESCO, telah memicu kontroversi. Aktivitas pertambangan ini awalnya luput dari perhatian publik hingga sekelompok aktivis mengungkap potensi ancaman terhadap keindahan dan ekosistem kawasan tersebut.
Aksi aktivis memicu respons cepat dari pemerintah dan sorotan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mengungkap potensi masalah tata kelola dan dugaan pelanggaran hukum.
Respons Pemerintah dan Pencabutan Izin
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bereaksi atas sorotan publik dengan berencana memanggil pemilik izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, baik BUMN maupun swasta. Pada 10 Juni 2025, pemerintah mencabut izin operasi empat dari lima perusahaan tambang nikel di kawasan tersebut, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Nurham. Pencabutan dilakukan karena aktivitas perusahaan-perusahaan ini dinilai tidak sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berpotensi merusak ekosistem laut dan daratan Raja Ampat.
Satu perusahaan, PT Gag Nikel, yang dimiliki BUMN PT Aneka Tambang Tbk. (Antam), tetap diizinkan beroperasi karena dianggap memenuhi standar analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan peraturan yang berlaku. Namun, Bahlil menegaskan bahwa PT Gag Nikel akan diawasi ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi, termasuk perlindungan terumbu karang dan kewajiban reklamasi. Antam, melalui Sekretaris Perusahaan Syarif Faisal Alkadrie, menyatakan komitmen untuk meningkatkan tata kelola pertambangan sesuai standar internasional dengan melibatkan pihak independen.
Temuan KPK dan Upaya Pencegahan Korupsi
KPK turut menyoroti tata kelola pertambangan nikel di Raja Ampat melalui kajian yang dilakukan Direktorat Monitoring pada 2023. Kajian ini mengungkap sejumlah masalah, seperti perizinan yang tidak sesuai perundang-undangan, penambangan di kawasan hutan tanpa izin, serta pendataan jaminan reklamasi dan pasca-tambang yang tidak memadai. Selain itu, KPK menemukan kelemahan pengawasan dalam ekspor nikel, termasuk dugaan pelanggaran legalitas pengiriman 5,3 juta ton nikel ke China selama 2020-2023.
Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan bahwa hasil kajian ini akan disampaikan ke Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, dan pemerintah daerah untuk mitigasi potensi masalah. Namun, beberapa rekomendasi tertunda karena Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi terkait temuan tersebut. Setyo menyebutkan bahwa progres penyelidikan masih diverifikasi, dan KPK akan mengumumkan perkembangan lebih lanjut jika kasus naik ke tahap penyidikan dengan penetapan tersangka.
Permasalahan Perizinan dan Ego Sektoral
Ketua Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria menyoroti izin PT Gag Nikel, yang mencakup 13.000 hektare, jauh melebihi luas Pulau Gag (6.000 hektare), hingga mencakup wilayah laut. Menurutnya, pemanfaatan laut memerlukan dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang menunjukkan adanya inkonsistensi kebijakan antar-kementerian. Dian juga menilai bahwa izin PT Gag Nikel seharusnya dicabut, sejalan dengan empat perusahaan lainnya, untuk melindungi Raja Ampat sepenuhnya.
Kementerian Kehutanan juga tengah menelusuri dugaan pelanggaran kewajiban perusahaan terkait Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Meskipun izin IUP empat perusahaan telah dicabut, Kementerian Kehutanan menegaskan bahwa pelanggaran, seperti kerusakan lingkungan, tetap dapat dikenakan konsekuensi hukum perdata atau gugatan lainnya.
Data Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Berikut adalah rincian lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat berdasarkan data ESDM dan Kementerian Kehutanan:
- PT Gag Nikel (Pulau Gag, 13.136 ha): Milik Antam, memiliki Kontrak Karya Operasi Produksi dan PPKH, beroperasi di Hutan Lindung. Izinnya tidak dicabut.
- PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe, 5.922 ha): IUP Operasi Produksi dicabut, memiliki PPKH, beroperasi di Hutan Produksi.
- PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Batang Pele dan Manyaifun, 2.193 ha): IUP Operasi Produksi dicabut, RKAB ditolak, beroperasi di Areal Penggunaan Lain.
- PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Manuran, 1.173 ha): IUP Operasi Produksi dicabut, RKAB ditolak, belum memiliki PPKH, beroperasi di Hutan Produksi.
- PT Nurham (Yesner Waigeo Timur, 3.000 ha): IUP Operasi Produksi dicabut, tidak mengajukan RKAB, belum memiliki PPKH, beroperasi di Hutan Produksi.
Kesimpulan
Kontroversi tambang nikel di Raja Ampat mencerminkan tantangan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pencabutan izin empat perusahaan menunjukkan respons pemerintah terhadap tekanan publik dan temuan pelanggaran, meskipun keberlanjutan izin PT Gag Nikel tetap menjadi sorotan. KPK dan kementerian terkait terus berupaya memperbaiki tata kelola pertambangan melalui kajian dan penegakan hukum. Ke depan, harmonisasi kebijakan antar-lembaga dan pengawasan ketat menjadi kunci untuk melindungi kekayaan alam Raja Ampat sebagai warisan dunia.