RUU DKI : 7 Fraksi DPR Menolak ,Hanya Gerindra dan PPP Yang Setuju Gubernur/Wagub DKI Ditunjuk Presiden

Harus Baca

KORANBOGOR.com,JAKARTA-Sebanyak tujuh fraksi di DPR RI kini menyatakan penolakan terkait penunjukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta, ditunjuk dan diberhentikan oleh Presiden. Hal itu sebagaimana tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang menjadi usulan DPR.

Salah satu poinnya, dalam Pasal 10 ayat 2 dalam draf RUU DKI menyatakan bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memerhatikan usul atau pendapat DPRD.

Adapun tujuh fraksi itu di antaranya PDI Perjuangan, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Nasdem dan Demokrat. Kini, hanya ada dua fraksi yang mendukung gubernur dan wakil gubernur Jakarta diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, yaitu Partai Gerindra dan Partai Persatuan dan Pembangunan (PPP). 

1. PDI Perjuangan 

PDIP berubah sikap soal Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta ($RUU DKI) yang memicu polemik di tengah masyarakat. Pasalnya,RUU DKI ini mengatur bahwa gubernur dan wakil gubernur Jakarta ke depan akan dipilih dan diberhentikan oleh presiden.

PDIP yang sebelumnya sepakat dengan ketentuan ini, kina berubah sikap agar gubernur dan wakil gubernur tetap dipilih rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Sekertaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengakui pihaknya berubah sikap setelah mencermati dan mendengarkan masukan dan usulan dari masyarakat.

“Ya, kita kan terus kemudian mendengar aspirasi rakyat, jadikan politik ini dinamis terjadi beberapa perubahan-perubahan konstelasi sehingga di dalam melihat perubahan konstelasi itu, pedoman kita terpenting adalah suara rakyat rakyat ingin agar gubernur di DKI itu dapat dipilih (oleh rakyat),” kata Hasto di Gedung High End, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (6/12).

Hasto menegaskan, hukum tertinggi adalah kedaulatan rakyat termasuk dalam menentukan dan memilih pemimpin. Karena itu, keistimewaan DKI Jakarta tidak harus diwujudkan dengan mengubah ketentuan dalam undang-undang.

“Inilah kemudian kami terus mereka-mereka yang mengkritisi itu adalah suara rakyat, itu yang harus ditangkap termasuk oleh PDIP bahwa kepala daerah di DKI itu ya sebaiknya itu dipilih oleh rakyat karena rakyatlah yang berdaulat,” tegas Hasto.

2. PAN

Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) kini menolak aturan terkait penunjukan gubernur dan wakil gubernur Jakarta oleh Presiden. Aturan itu termuat dalam Pasal 10 bab IV Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ), yang salah satu didalamnya mengatur jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Padahal Fraksi PAN DPR RI sebelumnya salah satu yang menyetujui RUU DKI menjadi inisiatif DPR RI. Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay menegaskan, pemindahan ibu kota negara tak seharusnya menutup ruang demokrasi di Jakarta.

“Dengan berpindahnya ibu kota negara, ada ruang yang lebih cukup untuk melibatkan masyarakat dalam menentukan legislatif dan eksekutif di semua tingkatan. Karena itu, dalam RUU DKI, pemilihan gubernur harus tetap dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat,” kata Saleh kepada wartawan, Jumat (8/12).

Menurut Saleh, dalam memberikan ruang demokrasi di Jakarta, seharusnya para wali kota di Jakarta juga harus dipilih langsung seperti yang ada di daerah lain. Serta dengan adanya pemilihan legislatif pada setiap kota administratif.

“Ini diperlukan agar hak-hak demokrasi rakyat dapat disalurkan dengan baik,” ujar Saleh.

3. NasDem

Fraksi Partai NasDem DPR RI kini juga menolak mekanisme penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta oleh Presiden. Hal itu termuat dalam Pasal 10 RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang tengah dibahas DPR.

“Benar kami menolak gubernur Jakarta ditunjuk langsung oleh presiden,” kata anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari kepada wartawan, (6/12).

Taufik menekankan, Partai NasDem tetap mendorong adanya pemilihan umum kepala daerah di Jakarta. Selain itu, NasDem juga ingin adanya pemilihan wali kota dan anggota DPRD tingkat kota madya di wilayah Jakarta.

“Kita menginginkan ada pilkada di tingkat provinsi dan kota madya. DPRD juga ada DPRD kota dan DPRD provinsi. Itu yang terus akan kita perjuangkan pada saat pembahasan tingkat I di Komisi II DPR bersama dengan pemerintah,” tegas Taufik.

Menurutnya, jika Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara maka statusnya sama dengan daerah lain yang berhak ada perwakilan tingkat kota madya.

“Yang kemarin (RUU DKI ) baru perumusan dan kemudian persetujuan sebagai usul inisiatif DPR lalu akan dikirim ke Presiden. Presiden akan kirim Surpres beserta DIM. Kemudian pembahasan tingkat I di Komisi II DPR bersama pemerintah,” ucap Taufik.

4. Golkar

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan pihaknya menolak wacana penunjukan gubernur Jakarta oleh Presiden usai tak lagi menjadi ibu kota lewat RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Firman mengatakan, pihaknya mengusulkan agar mekanisme pemilihan gubernur Jakarta dan wali kota dipertahankan seperti saat ini, dimana gubernur dipilih lewat pemilu dan bupati wali kota ditunjuk gubernur.

“Sikap Fraksi Partai Golkar Provinsi Daerah Kusus Jakarta tetap seperti sekarang gubernur dan wagub dipilih langsung seperti sekarang, dan wali kota dan bupati ditetapkan gubernur,” ucap Firman, Kamis (7/12).

Firman menilai perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah akan banyak mengubah regulasi. Proses itu menurut dia membutuhkan waktu panjang di saat RUU DKI yang harus segera disahkan pada 2024.

Menurut Firman, Golkar juga menolak usul agar pemilihan bupati maupun wali kota melalui pemilihan langsung. Pihaknya berpendapat perubahan mekanisme tersebut juga akan mengubah aturan atau undang-undang yang lain.

“Oleh karena itu Golkar melihat dua kondisi tidak memungkinkan dengan waktu yang pendek ini,” tegas Firman.

5. PKS

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) secara tegas menolak hadirnya Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKI) yang kini telah menjadi inisiatif DPR. Sebab, aturan didalamnya memuat jabatan gubernur dan wakil gubernur bakal ditetapkan oleh Presiden RI alias tidak melalui pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Juru bicara PKS Muhammad Iqbal menyatakan, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh Presiden merupakan sebuah kebijakan yang berpotensi menjadi ajang Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN). Sebab, tak ada aspirasi publik dalam menentukan kepala daerah di Jakarta.

“Usulan ini tentu saja menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi, jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp 80 triliun harus dipimpin orang yang berkompeten dan memiliki legitimasi oleh rakyat, bila ditunjuk maka berpotensi menjadi ajang KKN,” kata Iqbal kepada wartawan, Rabu (6/12).

Hal yang tak mungkin terjadi, Presiden RI ke depan bisa menunjuk koleganya untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

“Bisa saja suatu saat Presiden atau Partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi,” tegas Iqbal.

6. PKB

Wakil Ketua DPR RI yang juga cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan, pihaknya

menolak rencana aturan gubernur dan wakil gubernur  Jakarta ditunjuk dan diberhentikan Presiden, sebagaimana tertuang dalam draf RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ). 

“Kami [PKB] menolak total,” ucap Cak Imin di Kabupaten Bireuen, Aceh, Rabu (6/12).

Cak Imin menyebut bahwa mayoritas fraksi akan menolak aturan itu. Meski, saat ini hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan sikap menolak RUU DKJ.

Ketum PKB ini juga menekankan kepala daerah yang dipilih melalui hak prerogatif presiden hanya membahayakan sistem demokrasi dan ruang demokrasi yang sudah terbentuk saat ini dijaga dan terus diperbaiki.

“Ya itu bahaya, bahaya apabila dalam posisi yang menuju persiapan demokrasi yang lebih baik, harus diberi ruang yang lebih baik lagi,” cetus Cak Imin.

7. Demokrat

Fraksi Partai Demokrat juga menolak draf RUU DKJ, yang salah satu isinya gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh Presiden. Ketua DPD Partai Demokrat Jakarta Mujiyono menilai, hal tersebut sebagai salah satu upaya mencabut suara rakyat.

“Dasar dari Sistem demokrasi adalah rakyat-lah yang menentukan siapa yang diberikan amanah untuk menjalankan pemerintahan. Dengan penunjukan Kepala Daerah artinya hak masyarakat untuk menentukan pilihannya dicabut. Jangan pernah berniat mencabut suara rakyat tersebut,” ucap Mujiyono, Jumat (8/12).

Ia menilai, gubernur Jakarta yang ditunjuk oleh Presiden merupakan salah satu kemunduran demokrasi. Dengan rakyat memilih pemimpin, maka itu akan menciptakan legitimasi yang kuat.

“Legitimasi yang kuat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagi kompleksitas permasalahan di Jakarta, apalagi nantinya Jakarta akan menjadi pusat perekonomian dan global city,” pungkas Mujiyono.


TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Anies Berpesan Untuk Pendukungnya “Jangan Berubah Pilihan Hanya Karena Ada Pembagian, Hati-Hati”

KORANBOGOR.com,JAKARTA-Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan menyampaikan tiga pesan kepada para pendukungnya menjelang pencoblosan Pilkada Jakarta pada 27 November 2024. Hal demikian disampaikan...

Berita Terkait