KORANBOGOR.com,JAKARTA-Membaca karya sastra penting dilakukan sejak usia dini sebab sastra seperti novel, cerpen, atau puisi dapat memberikan kekayaan psikologis dan perspektif dalam memahami persoalan manusia atau dunia. Untuk mendukung minat baca sejak dini serta mendorong peningkatan intelektualitas generasi muda, Komunitas Salihara kembali membuka pendaftaran untuk Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024.
Kompetisi debat ini telah menjadi kalender rutin bagi Komunitas Salihara yang ingin berkontribusi dalam membuka wawasan kritis bagi pelajar muda di Indonesia dan di tahun ini kami hadir dengan “Membandingkan novel Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepúlveda (Chili) dengan Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis (Indonesia)”.
Kedua novel ini dipilih untuk dibandingkan karena keduanya ditulis di saat negeri masing-masing—Indonesia dan Chili—diperintah oleh diktator militer—Soeharto di Indonesia dan Pinochet di Chili. Selain itu dari konteks juga keduanya bercerita antara lain tentang hubungan manusia dengan alam hutan, ekosistemnya, dan persoalan yang timbul akibat peradaban modern—suatu masalah yang menjadi semakin urgen belakangan ini.
Fokus perbandingan yang diminta adalah: penggarapan sastrawi atas tema pembangunan dan ekologi, dan penggarapan atas tokoh-tokoh cerita. Penting juga untuk melihat apakah ide (tema atau pesan cerita) dan bentuk (bahasa, metafora, plot, dll.) berjalin seimbang sehingga novel ini nikmat dibaca.
Bagi calon peserta yang ingin mengikuti “Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA” ini diharapkan untuk membentuk tim yang terdiri dari 3 (tiga) siswa tingkat SMA/sederajat dari sekolah yang sama. Tiap sekolah dapat mengirimkan lebih dari 1 (satu) tim. Siswa/i yang mendaftar harus merupakan siswa yang masih bersekolah di bangku SMA ketika final debat berlangsung di 28 September 2024.
Kompetisi ini tertutup bagi sekolah yang sudah menjadi juara 1 (satu) di tahun sebelumnya. Peserta yang mendaftar akan membuat karya tulisan telaah (berupa tulisan atau makalah) dalam bahasa Indonesia setelah membaca dan membandingkan kedua karya (Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta dan Harimau! Harimau!) yang dapat diunduh setelah proses pendaftaran.
Pendaftaran sudah dimulai sejak 15 Maret–17 Juli 2024, sedangkan untuk makalah dapat dikumpulkan mulai 17 Juli–05 Agustus 2024 (tenggat kirim surat elektronik). Perlu diingat, sekolah yang mendaftar namun tidak mengirimkan makalahnya akan didiskualifikasi pada tahun penyelenggaraan berikutnya.
Makalah yang terpilih akan dilihat dari mutu argumen, pendalaman, penggalian masalah, dan ketertiban serta keindahan bahasa Indonesia yang digunakan. Pemenang Kompetisi Debat Sastra akan mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp20.000.000 dan Rp15.000.000 untuk pemenang kedua. Tiga makalah favorit juga akan mendapatkan masing-masing Rp3.000.000 (pajak ditanggung pemenang).
Di tahun ini Kompetisi Debat Sastra Tingkat SMA 2024 didukung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2023. Bagi Calon peserta yang tertarik untuk mengikuti kompetisi ini bisa mengunjungi laman salihara.org atau menghubungi edukasi@salihara.org.
Tentang Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta dan Harimau! Harimau!
Ditulis oleh: Kurator Edukasi dan Gagasan Komunitas Salihara, Zen Hae
Novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis dan Pak Tua yang Membaca Kisah Cinta karya Luis Sepúlveda adalah dua novel tentang konflik manusia dengan harimau. Yang pertama berlangsung di hutan Sumatra, yang kedua di belantara Ekuador. Harimau dalam hal ini mewakili kekuatan alam liar yang terusik oleh ulah manusia, baik karena pemukiman, penambangan maupun perburuan yang telah menjadi tradisi panjang masyarakat setempat. Sumber makanan harimau menipis dan membuatnya kelaparan. Itulah kenapa sang harimau menuntut balas, memangsa manusia. Sebaliknya, korban-korban yang berjatuhan menjadi alasan manusia untuk memburu harimau. Pada akhirnya, sang harimau mati di tangan para pemburu. Dengan begitu, salah satu kekuatan alam telah ditaklukkan.
Kedua novel ini sama-sama memberikan pelajaran betapa pentingnya merawat alam dan menghormati apa-apa yang ada di dalamnya. Tanpa kesadaran ini maka perusakan alam (dalam hal ini: perburuan dan penambangan) akan terus terjadi. Dua pengarang, dengan cara masing-masing, telah menunjukkan betapa konflik antara manusia dan harimau hampir selalu dimulai dari terancamnya sang harimau oleh manusia. Manusia yang kelewat rakus menjarah hasil hutan akan menanggung akibat kemarahan para penghuni rimba raya. Tetapi, manusia selalu dimenangkan dalam konflik ini.
Membandingkan kedua novel ini berarti membandingkan juga dua budaya dalam melihat alam dan rimba raya. Termasuk cara pandang masyarakat dalam melihat ancaman harimau. Antara yang melihatnya dengan cara pandang realistis-pragmatis dan yang melihatnya dengan bumbu mitos harimau jadi-jadian. Antara cara pengarang yang tangkas dan penuh humor dan pengarang yang bertele-tele dan penuh petuah. Antara sapuan erotisme yang samar-samar dan maksud politik jahat penguasa setempat. Masing-masing novel hadir dengan kekuatan dan kelemahannya.