Foto: Ilustrasi
KORANBOGOR.com-Indonesia dikenal dengan negeri yang Agraris.Tapi dari balik kejayaan sawah,ada ironi kecil yang sering kita lupakan yaitu kualitas padi kita sering kalah saing bahkan dengan beras dari negeri seberang.Saya pernah mencium aroma beras pandan wangi Thailand di supermarket dan teringat beras SiPulen yang pernah saya beli.Aromanya tak kalah,bahkan lebih harum.
Sayangnya beras lokal yang harum dan berkualitas seperti ini masih dianggap ekslusif.Hanya dijual terbatas,harganya tinggi,dan ditanam secara terbatas ,teruatama oleh petani kecil yang masih mempertahankan metode tanam tradisional.Salah satu alasannya adalah produktivitasnya yang relative rendah dibanding varietas unggul biasa seperti IR64 atau Inpari.
Selain itu,budidaya padi aromatic lebih sensitive terhadap perubahan iklim dan hama.Akibatnya, petani cenderung memilih menanam padi yang lebih “aman” dari segil hasil, meskipun kualitasnya standar.
Padahal,jika kita mampu meningkatkan mutu dan produktivitasnya padi aromatic melalui inovasi, beras lokal bisa kembali merebut pasar yang bukan hanya dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Permintaan pasar global terhadap beras premium dan organic sedang meningkat Thailand dan Vietnam telah lama memanfaatlkan pelung ini, Mengappa Indonesia belum?
Benih dan Teknologi: Kunci Inovasi Pertama
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah pengembangan varietas baru yang harum,berkualitas,dan tetap produktif.Lembaga seperti Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah mulai mengembangkan varietas seperti
Inpari 47 Agritan GSR,yang memiliki aroma khas serta tahan terhadap cengkapan lingkungan.
Lebih jauh lagi,Teknik rekayasa genetika seperti CRISPR-Cas9 mulai dimanfaatkan untuk menyisipkan gen aroma (BADH2) ke varietas lokal. Dengan demikian,padi hasilnya tetap tinggi,tapi berasnya tetap harum.Ini adalah lompatan yang besar,tetapi tantangannya adalah
bagaimana teknologi ini bisa sampai ke para petani dan tidak hanya berhenti di laboratorium atau proyek percontohan saja.
Budidaya yang Menjaga Aroma Alami
Aroma padi bukan hanya ditentukan oleh geneetik,tetapi ditentukan juga oleh cara tanam dan lingkungan.Penggunaan pupuk kimia berlebihan dapat mengurangi kualitas rasa dan aroma.Oleh karena itu,budidaya organic atau setidaknya ramah lingkungan menjadi penting, terutama untuk varietas aromatic.
Ada beberapa tahapan untuk membudidaya padi yang sedang ditanamagar hasilnya berkualitas dan harum, yaitu:
- Tahapan Vegetatif
Tahapan ini berawal dari hari pertanam benih ditanam hingga hari ke 50 ataua dapat disebut dengan masa awal pertumbuhan padi. Tahapan ini padi akan mulai membentuk akar, batang dan daun. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
- Penyemprotan pertama (lima hari setelah tanam): Petani dapat menggunakan kalsium,zinc, dan chitosan untuk memperkuat tanaman padi
- Pemupukan pertama (antara hari ke-7 sampai ke-10 setelah tanam): Petani dapat menggunakan pupuk urea atau pupuk nitrogen untuk mendorong pertumbuhan daun dan akar.
- Penyemprotan kedua (antara hari ke-13 sampai ke-16 setelah tanam): Petani dapat memakai phospat, silika, dan pupuk mikro untuk merangsang pertumbuhan padi.
- Pemupukan kedua (antara hari ke-15 sampai ke-20 setelah tanam): Petani dapat meggunakan nitrogen dan NPK (urea dan ponska) untuk memperkuat tanaman
- Pada hari ke-21 hingga ke-22, petani dapat melakukan matun atau nyorok, yaitu
pembersihan gulma serta pengendalian terhadap hama
- Tahap Generatif
Tahap ini dimulai saat tanaman mulai berbunga dan membentuk bulir. Pada fase ini, padi sangat membutuhkan nutrisi untuk memastikan kualitas gabah yang maksimal. Langkah – langkah nya adalah:
- Penyemprotan pertama yaitu hari ke-50 hingga ke-55 setelah tanam, penyemprotan dapat menggunakan kalium phospat.
- Penyemprotan kedua yaitu hari ke-60 hingga ke-65 setelah tanam, penyemprotan dapat menggunakan kalsium magnesium, boron, silika, dan ZPT.
- Penyemprotan ketiga yaitu hari ke-70 hinggak ke-75 setelah tanam, penyemprotan dapat menggunakan kalium phospat, silika, pupuk mikro, dan ZPT GA3.
- Penyemprotan keempat yaitu hari ke-80 setelah tanam, penyemprotan dapat menggunakan kalium nitrat dan pupuk mikro.
- Penyemprotan kelima yaitu hari ke-85 setelah tanam, penyemprotan dapat menggunakan kalsium dan boron untuk memperkuat biji padi.
- Penyemprotan keenam yaitu hari ke-90 setelah tanam, menggunakan kalium phospat dan ZPT GA3 40% Penyemprotan betujuan untuk melindungi tanaman dari serangan hama seperti wereng yang seringkali menyebabkan kerusakan besar pada tanaman padi.
Selain itu, ada pula perawatan harian yang tidak boleh dilupakan, yaitu: - Penyiangan atau pembersihan gulma secara berkala, minimal dua minggu sekali.
- Pengairan yang teratur agar tanaman tidak kekeringan dan akan tetap subur
- Pengendalian hama seperti tikus, belalang, atau walang sangit dengan pestisida organik yang ramah lingkungan.
- Pemasangan orang-orangan sawah untuk mengusir burung yang suka mencuri bulir padi. Di beberapa daerah seperti Sleman dan Kulon Progo, Saya melihat sendiri bagaimana kelompok tani berhasil mempertahankan produksi padi mentuk susu dengan sistem organik.
Mereka memang memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu, tetapi harga jual yang lebih tinggi bahkan bisa 2 kali lipat dari beras beras biasa yang membuat usaha ini terbilang layak. Namun,tentu tidak semua petani punya akses pada pelatihan atau pendampingan. Disinilah pemerintah,perguruan tinggi dan swasta harus ikut turun tangan. Karena inovasi bukan sekadar soal teknologi, tapi juga soal transfer pengetahuan dan keberpihakan kebijakan.
Pascapanen : Menjaga Mutu Sampai ke Meja Makan
Seingkali aroma dan mutu beras hilang bukan karena salah tanam, tetapi karena penanganan pasca panen yang tidak tepat. Proses pengeringan dibawah sinar matahari yang tidak merata, penggilingan dengan mesin tradisional yang panasnya tidak terkontrol, hingga
penyimpanan di tempat lembap, semuanya bisa menghilangkan aroma khas yang sudah susah payah dijaga sejak dari benih.
Untuk menjaga aroma dan kualitas beras pascapanen, penting untuk melakukan panen pada waktu yang tepat, yaitu 35-40 hari setelah tanaman berbunga, agar gabah mencapai kematangan optimal. Proses pengeringannya juga harus dilakukan secara hati-hati menggunakan
pengering surya tidak langsung atau mesin bersuhu rendah (maksimal 45°C) dan tidak dijemur langsung diatas tanah atau aspal agar tidak menyerap bau. Setelah itu, penggilingan sebaiknya menggunakan rice mill modern yang mampu mengontrol suhu dan kelembapan guna
mempertahankan lapisan pericarp dan aroma alami beras, serta menghindari gesekan berlebih yang dapat merusak mutu. Terakhir, penyimpanan beras harus dilakukan dalam kemasan vakum atau karung berpori yang bersih, ditempat yang sejuk dan kering, untuk menjaga kesegaran dan keharuman beras dalam jangka waktu yang lebih lama.Teknologi pascapanen seperti penggilingan suhu rendah, pengering surya, hingga kemasan beras vakum bisa membantu mempertahankan mutu. Tapi lagi-lagi, inovasi ini perlu didorong melalui akses pembiayaan dan pelatihan bagi petani dan koperasi. Jangan sampai beras kita kalah bersaing bukan karena kualitas, tetapi karena proses distribusi yang digunakan tidak modern.
Penutup
Padi bukan hanya tentang nasi. Ia tentang identitas, keberlanjutan, dan kedaulatan.Indonesia bisa dan harus punya padi yang tidak hanya banyak, tapi juga harum dan berkualitas.Menghasilkan beras yang harum dan berkualitas bukan sekadar soal benih, teteapi melibatkan
keseluruhan proses dari lahan hingga pascapanen. Burtuh sinergi antara petani, penyuluh,peneliti, dan pemerintah agar inovasi ini bisa dilakukan secara luas dan berkelanjutan. Kalau kita dapat menanam sebuah harapan, memupuk ilmu dan memanen kualitas, maka saya sakin aroma padi Indonesia akan kembali merebak, bukan hanya di dapur rumah kita, tetepi juga di pasar dunia.
Nama : Muhammad Wildan Hafiz Pekerjaan : Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Domisili : Jl.Seto Lr. Sentosa no.17a Medan