Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani menyebutkan, libur panjang Waisak 2025 tidak mendongkrak industri hotel. Bali hanya catat 60% okupansi, tren wisata bergeser ke vila dan sewa jangka pendek.
KORANBOGOR.com,JAKARTA-Harapan pelaku industri perhotelan untuk menikmati lonjakan okupansi selama libur panjang Hari Raya Waisak 2025 belum terwujud. Meskipun beberapa daerah mencatat tingkat kunjungan tinggi, secara nasional okupansi hotel tetap stagnan dan di bawah ekspektasi.
Bali: Tiket Pesawat Penuh, Hotel Tetap Sepi
Anomali terjadi di Bali, destinasi utama wisatawan. Meski tiket pesawat ke Pulau Dewata dilaporkan fully booked, tingkat hunian hotel hanya mencapai sekitar 60%. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani menjelaskan, banyak wisatawan kini beralih ke akomodasi alternatif seperti vila atau penginapan berbasis sharing economy.
“Trennya bergeser ke vila sewa atau apartemen, terutama di kalangan generasi muda yang mencari tempat fleksibel untuk rombongan,” ujar Haryadi dalam Investor Daily Special, Senin (12/4/2025).
Borobudur Moncer, Tapi Tak Wakili Kondisi Nasional
Daerah seperti Yogyakarta, Sleman, dan Magelang, yang menjadi pusat perayaan Waisak, mencatat okupansi tinggi hingga 88%. Namun, capaian ini bersifat lokal dan tidak mencerminkan kondisi nasional. Haryadi menegaskan, “Secara keseluruhan, okupansi tidak setinggi tahun lalu. Beberapa daerah memang penuh, tetapi secara nasional masih datar.”
Penyebab Lesunya Okupansi Hotel
PHRI mengidentifikasi beberapa faktor utama penyebab rendahnya okupansi hotel selama libur panjang:
- Perubahan perilaku wisatawan yang lebih memilih akomodasi nonhotel.
- Melemahnya daya beli masyarakat.
- Minimnya aktivitas korporasi dan pemerintahan.
- Terbatasnya durasi liburan karena sedikitnya perusahaan yang mendorong cuti bersama.
“Libur panjang tidak otomatis menguntungkan jika daya beli rendah. Bukan soal banyaknya tanggal merah, tetapi kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berwisata,” tambah Haryadi.
Solusi PHRI: Regulasi dan Insentif
Untuk mengatasi tantangan ini, PHRI mendesak pemerintah untuk:
- Mengatur ulang regulasi akomodasi berbasis sharing economy agar persaingan lebih sehat.
- Memberikan insentif konkret bagi pelaku usaha pariwisata.
- Meningkatkan promosi destinasi wisata secara masif.
“Kita butuh pengawasan akomodasi nonhotel dan promosi yang lebih agresif untuk mendongkrak pariwisata,” tegas Haryadi.
Dengan kondisi ini, pelaku industri perhotelan berharap langkah strategis pemerintah dapat segera direalisasikan untuk mendukung pemulihan sektor pariwisata nasional.