KORANBOGOR.com,JAKARTA- Komisi II DPR RI akan segera menjadwalkan pemanggilan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk membahas sengketa empat pulau, yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang melibatkan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Selain itu, Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon dan Bupati Tapanuli Tengah Masinton Pasaribu juga akan diundang untuk mencari solusi bersama.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Bahtra Banong menyatakan, pemanggilan ini akan dilakukan setelah masa reses DPR yang berlangsung dari 27 Mei hingga 23 Juni 2025. “Segera kami jadwalkan. Saat ini DPR masih dalam masa reses,” ujar Bahtra, Sabtu (14/6/2025).
Pasca-reses, Komisi II akan memfasilitasi pertemuan antara Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumut, serta Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah untuk menyelesaikan polemik ini secara kekeluargaan dan menjaga persatuan.
Bahtra menekankan pentingnya penyelesaian melalui musyawarah mufakat yang adil, holistik, dan partisipatif, dengan mempertimbangkan aspek hukum, teknologi geospasial, sejarah, dan dialog sosial.
“Penyelesaian harus sesuai mekanisme hukum yang berlaku dan tidak boleh dijadikan alat provokasi atau isu politik,” tegasnya.
Empat Langkah Penyelesaian Sengketa Untuk menangani sengketa ini, Bahtra mengusulkan empat langkah strategis:
- Menunda eksekusi Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 hingga klarifikasi lapangan selesai.
- Merevisi Kepmendagri jika terbukti secara yuridis dan historis bahwa keempat pulau tersebut milik Aceh.
- Membentuk tim klarifikasi wilayah yang melibatkan Kemendagri, Pemprov Aceh dan Sumut, Badan Informasi Geospasial (BIG), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan DPR.
- Melibatkan masyarakat lokal dan lembaga adat Aceh dalam verifikasi fakta dan sejarah di lapangan.
Bahtra juga menegaskan bahwa keputusan batas wilayah harus sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menghormati kekhususan daerah seperti Aceh, serta sejumlah regulasi seperti UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dan PP Nomor 62 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Aceh.
Konflik Wilayah Bukan Hanya di Aceh-Sumut Menurut Bahtra, sengketa batas wilayah, terutama yang melibatkan pulau-pulau kecil, tidak hanya bersifat teknis administratif, tetapi juga menyangkut identitas, sejarah, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Kasus serupa juga terjadi di daerah lain, seperti sengketa Pulau Talan dan Pulau Babi antara Nusa Tenggara Timur dan Maluku, Muara Sungai Tambangan antara Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan, serta Pulau Semak Daun dan Pulau Cipir antara Jakarta dan Banten.
Dengan pendekatan yang mengedepankan musyawarah dan kepatuhan pada hukum, Bahtra berharap sengketa ini dapat diselesaikan secara damai dan memperkuat persatuan antarwilayah.